MAKALAH PKN
PRINSIP DEMOKRASI
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5
1.
SAKINA INDRIANA
2.
ELFRIDA KEZIA
3.
CYNTIA ANGELINA
4.
TAMA SILVIANA
5.
ROBERYO PAKPAHAN
6.
YULI SHARA DEWI
SMA UNGGUL SAKTI
2015/2016
1. Demokrasi Liberal
(1945-1959)
A.
System Pemilu Pada Demokrasi Liberal
Pada masa ini pemilu diselenggarakan
oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan
suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota
Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah
sistem pemilu proporsional. Sistem Pemilu
Pelaksanaan pemilu pertama ini
berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai
politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur
tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti
27 partai dan satu perorangan.
B. Pemisahan Kekuasaan Pada
Masa Liberal
Kedudukan
lembaga eksekutif sangat dipengaruhi oleh lembaga legislatif. Hal ini terjadi
karena lembaga eksekutif bertanggung jawab kepada lembaga legislatif. Dengan
demikian, lembaga legislatif memiliki kedudukan yang kuat dalam mengontrol dan
mengawasi fungsi dan peranan lembaga eksekutif. Dalam pertanggungjawaban
yang diberikan lembaga eksekutif maka para anggota parlemen dapat mengajukan
mosi tidak percaya kepada eksekutif jika tidak melaksanakan kebijakan
dengan baik. Apabila mosi tidak percaya diterima parlemen maka lembaga
eksekutif harus menyerahkan mandat kepada Presiden. Masa demokrasi parlementer
merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua parlemen
demokrasi dapat kita temukan dalam perwujudannya dalam kehidupan politik di
Indonesia. Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan
yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
Kedua, akuntabilitas pemegang jabatan dan politisasi
pada umumnya sangat tinggi. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode
merupakan contoh konkrit dari tingginya akuntabilitas tersebut.
Ketiga,
kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya
untuk berkembang secara maksimal.
Dalam periode
ini Indonesia menganut sistem banyak partai terbukti dengan ada hampir 40
partai politik dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses
rekruitmen, baik pengurus maupun pimpinan partainya maupun para pengikutnya.
Keempat,
sekalipun pemilihan umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada tahun 1955
tetapi pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi. Kompetensi antara partai politik berjalan dengan sangat intensif.
Partai-partai politik dapat melakukan nominasi calonnya dengan bebas, kampanye
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, dalam rangka mencari dukungan yang
kuat dari masyarakat umum.
C.
Kebebasan yang dipakai warga Negara
Masyarakat dapat menggunakan hak
pilihnya dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut. Kelima, masyarakat
pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama
sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal. Hak untuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dengan jelas,
dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta pemilihan
umum (voters assosiation). Keenam, dalam masa pemerintahan
parlementer, daerah-daerah
D.
Penyimpangan-Penyimpangan
Yang Terjadi Pada Demokrasi Liberal
1. Kehidupan
politik dan pemerintahan tidak stabil, sehingga program
pembangunan dari suatu pemerintahan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan
berkeseimbangan.
2. Sering
bergantinya pemerintahan yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan
3. Program pembangunan dan
pemerintahan tidak dapat dilaksanakan dengan baik atau berkesinambungan.
4. Kedudukan Negara berada
dibawah DPR dan keberadaanya sangat bergantung dengan dukungan DPR.
5. Terjadinya gerakan-gerakan
separatis di bebagai region di Indonesia, misalnya: DI/TII Kartosoewiryo,
pemberontakan Andi Aziz, pemberontakan Kahar Muzzakar, terbentuknya Dewan
Banteng, Dewan Gadjah, dll.
6. Pemerintahan parlementer
tidak bisa stabil sebab senatiasa dicoba untuk dijatuhkan oleh DPR dan akhirnya
bubar, oleh sebab itulah banyak Kabinet yang terbentuk hanya memiliki masa
pemerintahan yang relatif singkat, misalnya hanya 2 tahun, bahkan kurang dari 1
tahun.
2. Demokrasi
orde lama (1959-1965)
A.
System Pemilu Pada Demokrasi TERPIMPIN
Setelah pencabutan Maklumat
Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai
politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol.
Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
B. Pemisahan Kekuasaan Pada DEMOKRASI TERPIMPIN
Pembagian kekuasaannya tetap, yakni legislatif, eksekutif ,yudikatif
. Mulai juni 1959 UUD 1945 berlaku kembali dan
menurut undang-undang dasar itu badan eksekutif terdiri atas seorang presiden,
wakil presiden, dan menteri-menteri. Menteri-menteri membentu presiden dan
diangkat serta dihentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh
MPR, dan presiden merupakan mandataris MPR. Ia bertanggung jawab kepada MPR dan
kedudukannya kepada MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemarintah selama 5
tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam UUD dimana sesuatu hal
diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden tidak boleh
dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai wewenang untuk
membubarkan DPR.
Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil
presiden. Ir.Soekarno oleh MPR ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Begitu
pula pejabat teras dari badan yudikatif diberi status menteri. Dengan demikian
jumlah menteri mencapai lebih dari seratus, presiden diberi wewenang untuk
mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan legislative tidak dapat
mencapai mufakat mengenai sesuatu hal atau sesuatu rancangan undang-undang.
C.
Kebebasan
Yang Dipakai Oleh Warga Negara
Semakin
banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing.
Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya.
Pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis.
DPR melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi HAM yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya.
Pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis.
DPR melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi HAM yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
D.
Penyimpangan
pada masa TERPIMPIN dalam hal konstitusi
- Orde lama (Periode 5 Juli 1953–11 Maret 1966)
- Adanya penyimpangan ideologis, yaitu penerapan konsep Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom)
- Pemusatan kekuasaan pada presiden sehingga kewenangannya melebihi ketentuan yang diatur UUD 1945. Misalnya, pembentukan Penetapan Presiden (Penpres) yang setingkat dengan Undang-undang.
- MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR-GR tanpa melalui pemilu.
- Adanya jabatan rangkap yaitu Pimpinan MPRS dan DPR dijadikan menteri negara, sehingga berkedudukan sebagai pembantu presiden.
- Negara Indonesia masuk dalam salah satu poros kekuasaan dunia yaitu poros Moskwa-Peking sehingga bertentangan dengan politik bebas aktif.
- - Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif menjadi "politik poros-porosan" (mengakibatkan indonesia keluar dari PBB)
- DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan presiden
- Hak budget DPR tidak berjalan lagi setelah tahun 1960
A.
System Pemilu Pada Demokrasi orde baru
1. Pemilu Tahun 1971 (3 Juli 1971)
Pada pemilu tahun 1971 sangat berbeda dengan pemilu pada
tahun 1955 karena para pejabat negara pada pemilu tahun 1971 diharuskan
bersikap netral, sedangkan pada pemilu 1955 para pejabat negara yang berasal
dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
Pada pemilu ini diikuti oleh sepuluh peserta yang terdiri
atas Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Nahdatul Ulama (NU), Partai
Nasional Indonesia (PNI), Partai Murba, Partai Islam Persatuan Tarbiyah
Indonesia (PI. Perti), Partai Katolik, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi),
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), dan Golongan Karya (Golkar).
Pada pemilu ini dimenangkan oleh Golkar dan sejak pemilu ini
pula ABRI mulai memainkan
2 peranan yang penting dalam pemerintahan Orde Baru, seperti
menjadi anggota dewan melalui jalur pengangkatan. Oleh karena itu, ABRI tidak
menggunakan hak pilihnya lagi seperti pada pemilu pertama tahun 1955.
Pemerintahan Orde Baru setelah pemilu 1971 melakukan
penyederhanaan jumlah partai dengan tidak menghapus partai tertentu, tetapi
melakukan penggabungan (fusi). Dalam penggabungan tersebut, sistem kepartaian
tidak lagi didasarkan ideologi, tetapi atas persamaan program. Penggabungan
tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial politik sebagai berikut.
a. PPP, merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan PI. Perti.
b. PDI, merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba,
IPKI, dan Parkindo.
c. Golkar.
2. Pemilu Tahun 1977 (2 Mei 1977)
Pada pemilu tahun 1977 hanya diikuti oleh tiga peserta yaitu
PP, Golkar dan PDI. Pemilu ini dimenangkan Golkar dengan memperoleh 232 kursi,
PPP memperoleh 99 kursi, dan PDI memperoleh 29 kursi.
3. Pemilu Tahun 1982 (4 Mei 1982)
Pada pemilu ini perolehan suara dan kursi dari Golkar secara
nasional meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Secara nasional,
Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi, sedangkan PPP dan PDI kehilangan
masing-masing 5 kursi.
4. Pemilu Tahun 1987 (23 April 1987)
Pada pemilu ini ditandai dengan merosotnya suara PPP
(kehilangan 33 kursi), sedangkan Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga
menjadi 299 kursi.
5. Pemilu Tahun 1992 (9 Juni 1992)
Pada pemilu ini perolehan suara Golkar menurun, yaitu dari
299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP naik 1 kursi (menjadi 62 kursi) dan
PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu Tahun 1997 (29 Mei 1997)
Hasil pemilu ini Golkar kembali merebut suara mayoritas.
Kursinya bertambah menjadi 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. Suara PPP juga
mengalami peningkatan 27 kursi, dan PDI yang mengalami konflik internal
perolehan suaranya merosot.
Penyelenggaraan pemilu yang teratur pada masa Orde Baru
menimnulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu
itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas luber (langsung, umum,
bebas dan rahasia).
B. Pemisahan
Kekuasaan Pada Masa Orde Baru
Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan
legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana
kedudukan dua lembaga ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua lembaga
ini adalah merupakan lembaga tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun
dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim
Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan
berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun
terhadap kekuasaan judikatif.
C. Kebebasan
Warga Negara
Kebebasan berbicara tidak diperbolehkan sama sekali,
persaingan politik dua partai politik dan Golkar menghilang, peranan ABRI yang
semakin luas yaitu dwi fungsi ABRI, dan munculnya anggota-anggota keluarga
Soeharto sebagai penguasa besar (Konglomerat) yang menggunakan kekuasaan,
fasilitas, dan keuangan Negara untuk kepentingan bisnis mereka.
HAM pada Orde Baru Orde Baru membawa
banyak perubahan positif pada penegakan HAM.
. a. Politik Salah satu kebijakan
politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat Indonesia di dunia
internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi pada
tanggal 19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak
asasi manusia Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini
menjadi langkah yang baik untuk membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan
kemakmuran.
b. Ekonomi Orde Baru memilih
perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh
kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat
mendapatkan hak-hak mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. Program
transmigrasi, repelita, dan swasembada pangan mendorong masyarakat untuk
memperoleh kemakmuran dan hak hidup secara layak.
c. Pendidikan Dalam bidang pendidikan, masa
Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah Orde Baru bisa dianggap
sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program unggulan, yaitu gerakan
wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA). Dengan demikian,
masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan.
D.
Penyimpangan
pada masa Orde baru Dalam hal konstitusi
- Perubahan kekuasaan yang statis
- Perekrutan politik yang tertutup
- Pemilihan umum yang kurang demokratis
- Kurangnya jaminan hak asasi manusia
- Salah satu ciri dari negara yang menganut paham demokrasi adalah adanya pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Dalam pemerintahan Orde Baru, dirasakan penghormatan dan perlindungan HAM masih kurang diperhatikan.
- Presiden mengontrol perekrutan organisasi politik
- Pengisian jabatan ketua umum partai politik harus mendapat persetujuan dari presiden. Seharusnya pemilihan ketua umum partai diserahkan kepada kader partai bersangkutan.
- Presiden memiliki sumber daya keuangan yang sangat besar
4
. Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
A.
System Pemilu Pada Demokrasi orde baru
Pelaksanaan Pemilu 1999 - 2009 (Reformasi)
1. Pemilu 1999
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi.
Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di
seluruh wilayah Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan Pemilu
1997 yaitu sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Peserta Pemilu 1999
Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik
2. Pemilu 2004 (DPRD)
a. Sistem Pemilu
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari
pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD (termasuk
didalamnya DPRD).
b. Asas Pemilu
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
c. Peserta Pemilu 2004
i.
Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD tahun 2004 diikuti oleh 24 partai.
ii.
Pemilu Tahun 2004.
Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I (pertama)
sebanyak 5 (lima) pasangan, adalah sebagai berikut:
Karena kelima pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden putaran I (pertama) belum ada yang memperoleh suara
lebih dari 50%, maka dilakukan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran II
(kedua), dengan peserta dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
memperoleh suara terbanyak.
3. Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih
560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi
maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk
memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014
diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran).
a. Sistem Pemilu
Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota
dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem daftar calon terbuka. Kursi yang dimenangkan setiap partai politik
mencerminkan proporsi total suara yang didapat setiap parpol.
B.
Pemisahan kekuasaan pada masa reformasi
Cabang
Kekuasaan
|
Kekuasaan
yang Diamanatkan dalam UUD 1945
|
Eksekutive Counterbalance
|
Legislative Counterbalance
|
Judicative Counterbalance
|
Eksekutif
|
Memegang kekuasaan pemerintahan
|
Kepatuhan sipil dan militer pada
tataran tingkat rendah dan kepatuhan para pejabat terhadap kebijakan tingkat
tinggi
|
Kekuasaan membentuk undang-undang
|
Bertindak netral manakala
eksekutif terlibat dalam masalah kriminal maupun bertentangan dengan pihak
sipil.
|
Mengangkat duta besar dan menerima
duta dari negara lain
|
Presiden harus memperhatikan
pertimbangan DPR
|
|||
Pemberian amnesti dan abolisi
|
Pertimbangan DPR
|
|||
Memberikan grasi dan rehabilitasi
|
Presiden harus memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman
|
|||
Membuat treaty
|
Meratifikasi treaty
|
Menentukan hukum yang akan
diterapkan dalam kasus-kasus tertentu
|
||
Kebebasan Presiden dalam membuat
kebijakan pemerintah
|
Diawasi oleh DPR hak-hak
pengawasan yang dimilki oleh DPR meliputi hak interpelasi, hak angket dan hak
menyatakan pendapat yang dapat berujung pada pengusulan pemberhentian
Presiden ditengah masa jabatannya kepada MPR.
|
|||
Mengumpulkan pajak
|
Kekuasaan untuk menetapkan
anggaran
|
|||
Legislatif
|
Kekuasaan membentuk undang-undang
|
Harus berdasarkan persetujuan
bersama presiden. Presiden dapat membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
pembentukan peraturan pemerintah, keputusan Presiden dan lain-lainnya.
|
||
Kewenangan DPR untuk mengajukan
usul pemecatan presiden/wakil presiden
|
||||
Yudikatif
|
Membuat interprestasi atas hukum
dan menerapkannya terhadap keputusan-keputusan
|
Kewenangan untuk menunjuk hakim
|
Kewenangan untuk menentukan budget
kehakiman
|
|
Kekuasan untuk memberikan pemaafan
(grasi, amnesti, abolisi)
|
Konfirmasi atas calon hakim
|
C.
Kebebasan Yang Dipakai Oleh Warga Negara
a.Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa
Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini
tiga undang-undang tersebut. • UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
• UU No. 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum.
• UU No. 4 Tahun 1999 tentang
Susunan dan Kedudukan DPR/MPR
. Kebijakan dalam bidang politik ini
membawa pengaruh pada tata politik yang adil. Hak warga negara untuk
mendapatkan kedudukan di bidang politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR
dan MPR mulai berfungsi dengan baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh
hak-hak mereka.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Perbankan menjadi sektor yang penting untuk menjaga stabilitas
ekonomi. Masalah utang negara dan inflasi menyebabkan masyarakat tidak berdaya
untuk memperoleh kehidupan yang layak. Bank Indonesia menjadi pusat keuangan
negara untuk mengatur aliran uang demi stabilitas ekonomi rakyat.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat
dan pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat
kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai
golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka
kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan
juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). Dengan pers,
masyarakat dapat menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan
Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan
presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik.
Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor
Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon.
Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor
Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh
dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama
Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
D. Penyimpangan pada masa Reformasi Dalam hal
konstitusi
- Belum terlaksananya kebijakan pemerintahan Habibie karena pembuatan perudang-undangan menunjukkan secara tergesa-gesa, sekalipun perekonomian menunjukkan perbaikan dibandingkan saat jatuhnya Presiden Soeharto.
- Kasus pembubaran Departemen Sosial dan Departemen Penerangan pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid, menciptakan persoalan baru bagi rakyat banyak karena tidak dipikirkan penggantinya.
- Ada perseteruan antara DPR dan Presiden Abdurachman Wahid yang berlanjut dengan Memorandum I dan II berkaitan dengan kasus “Brunei Gate” dan “Bulog Gate”, kemudian MPR memberhentikan presiden karena dianggap melanggar haluan negara.
- Baik pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid maupun Megawati, belum terselesaikan masalah konflik Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan Tengah dan ancaman disintegrasi lainnya.
- Belum maksimalnya penyelesaian masalah pemberantasan KKN, kasus-kasus pelanggaran HAM, terorisme, reformasi birokrasi, pengangguran, pemulihan investasi, kredibilitas aparatur negara, utang domestik, kesehatan dan pendidikan serta kerukunan beragama.
DAFTAR RUJUKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar