Senin, 21 Maret 2016

MENELUSURI PERJALANAN SAREKAT ISLAM DI INDONESIA


A. Latar Belakang Perubahan Sarekat Dagang Islam Menjadi Sarekat Islam
Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121 Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan
     Berdirinya Sarekat Dagang Islam disambut baik oleh para pengusaha batik yang mengharapkan dapat membeli bahan batik lebih murah. Meskipun demikian, untuk bergerak secara sah, Sarekat Dagang Islam harus menyusun anggaran dasarnya untuk disahkan oleh pemerintah. Untuk menyusun anggaran dasar tersebut. Haji Samanhudi merasa kurang mampu. Oleh karena itu, dia kemudian mencari bantuan kepada seorang pelajar Indonesia yang berkerja pada perusahaan di Surabaya. Pelajar yang dimaksu adalah Cokroaminoto. Kemudian, Haji Samanhudi menghubungi Umar Said Cokroaminoto. Setelah bertukar pikiran, timbul gagasan dalam diri Umar Said Cokroaminoto untuk mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, atas pertimbangan bahwa perkumpulan itu tidak terbatas sampai pada para pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas sehingga orang Islam yang di luar pedagang dapat menjadi anggota. Gagasan Cokroaminoto diterima baik oleh Haji Samanhudi. Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Umar Said Cokroaminoto, nama Serikat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain, seperti halnya politik.
Pada tahun 1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan hukum. Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena badan pusat tidak ada. demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal. Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan sebagai badan hukum Tujuan Serikat Islam adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan Serikat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu Serikat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikannya pada Serikat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya Serikat Islam memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya Serikat Islam pusat diberikan pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, Serikat Islam berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.
            Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :

a.       Haji Samanhudi (Ketua Kehormatan)
b.       Umar Said Cokroaminoto
c.        Agus Salim
d.      Abdul Muis
e.         Haji Gunawan
f.         Wondoamiseno
g.        Sasrokardono
h.         Soerjopranoto
i.         Alimin Prawirodirejo
j.         Semaun

B.  Pengaruh Serikat Islam dalam Pergerakan Nasional
Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas ,antara lain:
a.       Memajukan perdagangan;
b.      Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);
c.       Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama;
d.      Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun bertambah luas, karena pada saat itu muncul Nasionalisme dalam pengertian politik baru saat Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pelopor Nasionalisme, saat itu Tjokroaminoto pun memberikan batasan :
“Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang – kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah politik.” (Muhibin : 2009).
Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis
Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada periode awal perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah memiliki anggota sebanyak 360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta orang. Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang–orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada saat itu adalah untuk membantu pemerintah.  Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah. Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap “Politik Hijrah.”
C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner terhadap Serikat Islam
Kemenangam Revolusi pada bulan Oktober di Rusia memberikan dorongan dan antusiasme yang lebih hebat kepada ISDV untuk menyebarkan Marxisme dalam politik Indonesia dan Sarekat Islam adalah sasaran utama, karena merupakan satu-satunya gerakan massa terkuat pada saat itu. ISDV mengadakan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam dengan tujuan dapat menguasai massa.
Pada tahun 1920, kelompok-kelompok kiri yang lebih ekstrim dalam ISDV telah berhasil mengadakan kontak-kontak dekat dengan unsure-unsur kiri dalam Sarekat Islam, seperti Semaoen dari cabang Semarang, Alimin Prawirodirdjo dan Darsono. Ketiga tokoh Sarekat Islam ini telah berhasil dibina oleh Snevliet dengan ideologi Marxisme dalam tempo yang relatif singkat.
Strategi ini dikenal sebagai “blok di dalam” atau “block within” yang dikembangkan sejak tahun 1916 oleh ISDV untuk meraih dukungan dari massa Sarekat Islam. Maksud dari taktik ini adalah mengembangkan propaganda dan koneksitas di antara massa dengan membangun semacam sel-sel di dalam tubuh partai induk yaitu menjadikan anggota ISDV menjadi anggota Sarekat Islam dan sebaliknya menjadikan anggota Sarekat Islam menjadi anggota ISDV (Priyono, 1990:2). Mereka memperkuat pengaruh dengan jalan memanfaatkan keadaan buruk akibat Perang Dunia I dan panenan padi yang gagal serta ketidakpuasan buruh perkebunan sebagab upah yang rendah dan membubungnya harga-harga. Ada beberapa hal yang menyebabkan berhasilnya ISDV melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam, yaitu:
a)       Central Sarekat Islam sebagai badan koordinasi pusat masih sangat lemah kekuasaannya. Tiap-tiap cabang Sarekat Islam bertindak sendiri-sendiri secara bebas. Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di dalam Sarekat Islam cabang;
b)      Kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan orang untuk menjadi anggota lebih dari satu partai, karena pada mulanya organisasi-organisasi didirikan bukan sebagai partai politik melainkan sebagai suatu organisasi guna mendukung berbagai kepentingan sosial budaya dan ekonomi. Di kalangan kaum terpelajar menjadi kebiasaan bagi setiap orang untuk memasuki berbagai macam organisasi yang dianggapnya dapat membantu kepentingannya (Poesponegoro dan Notosusanto 1993: 199-200).
Pada tanggal 6 Mei 1917, Semaoen diangkat menjadi Presiden Sarekat Islam cabang Semarang menggantikan Raden Sodjono. Perlahan-lahan Semaoen mempengaruhi para pemimipin Sarekat Islam Semarang dan berhasil membawa organisasi bergeser ke arah sosialis-revolusioner. Sebagai puncak usahanya merevolusinerkan Sarekat Islam Semarang pada tanggal 19 November 1917 melalui organ Sarekat Islam Semarang yakni harian Sinar Hindia (dulu bernama Sinar Djawa) yang berhasil dikuasainya (Gie, 2005: 23). Sarekat Islam Semarang menjadi kelompok yang sulit diawasi oleh pimpinan pusat Sarekat Islam.
D.  Perpecahan dalam Serikat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam (SI) dilarang untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan untuk menjalankan aktivitasnya kembali. menerangkan bahwa, “...pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916 Pimpinan Pusat SI diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat.”
Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto mengutarakan intinya bahwa SI setia terhadap pemerintahan Belanda. Kongres Sarekat Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai organisasi daerah Surakarta melainkan organisasi terbuka yang cakupannya meliputi Hindia Belanda. Oleh karena itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam meliputi Surabaya, Yogyakarta dan Bandung.





Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam menurut Suryanegara yaitu
a.           Pertama, dari centraal Sjarikat Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga seluruh wilayah Indonesia Timur;
b.                               Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga seluruh wilayah Indonesia Tengah;
c.                               Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia barat.
E.  Perpecahan Akibat Pendirian Volksraad & Indie Weebar
Pada tanggal 17-24 Juli 1916 dilaksanakan National Congres Centraal Sjarikat Islam di Bandung
yang dihasilkan oleh Kongres Nasional Sarekat Islam di Bandung yaitu, “Pertama, segenap undang-undang yang akan diberlakukan untuk pribumi, harus dibuat bersama dengan pimpinan perwakilan dari rakyat Indonesia. Berarti kongres menuntut adanya dewan perwakilan rakyat. Kedua, dengan diberlakukannya sistem desentralisasi dari Pemerintah Hindia Belanda sejak 23 Juli 1903, maka kongres menuntut agar sistem desentralisasi diberlakukan lebih luas untuk seluruh wilayah Nusantara Indonesia.
Selain dari dua hal tersebut kongres nasional Sarekat Islam juga menuntut agar diizinkan ikut serta dalam Indie Weerbaar (Pertahanan India atau pertahanan Indonesia). Cara yang dilakukan yaitu mengikutsertakan pemuda Indonesia dalam pertahanan. Bousquet (Suryanegara, 2012: 395) mengatakan bahwa :
Berkaitan dengan pandangan SI terhadap pembentukan Indie Weerbaar sendiri, Di dalam kubu Sarekat Islam sendiri juga terdapat perbedaan pendapat. Salah satu tokoh Sarekat Islam yaitu Samaun tidak menghendaki jika SI masuk ke dalam Indie Weerbaar. Pringgodigdo “tetapi pimpinan C.S.I. masih menyetujui aksi  aksi parlementer-evolusioner. Juga usulan Samaun untuk tidak ikut campur dalam gerakan Indie Weerbaar tidak terima (pada waktu itu Abdul Muis sebagai anggota “utusan Indie Weerbaar” memberikan laporan tentang pengalamannya di negeri Belanda.”
Volksraad berdiri atas keputusan dari pemerintah Belanda mengenai Dewan Nasional. Seperti telah dipaparkan di atas bahwa kongres nasional SI di Bandung menghendaki adanya Dewan Perwakilan Nasional. Sayangnya pendirian Volksraad tidak sesuai dengan harapan. Kongres Nasional SI ke III di Surabaya  membicarakan kelanjutan dari kongres di Bandung mengenai Dewan Rakyat. Dengan tanggapan dan pembicaraan dari pemerintah Belanda mengenai dewan rakyat yang dibentuk sebagai Volksraad. Sayangnya anggota pribumi yang ikut serta dalam Volksraad sedikit, lebih banyak diisi oleh orang-orang luar pribumi.
F.  Pecah Menjadi SI Revolusioner dan SI Berlandaskan Asas Islam
Ketika pengaruh Rusia mulai menyebar ke penjuru dunia, tidak luput pula pengaruhnya datang ke Indonesia. Pengaruh ini dimulai saat Sneevliet mendirikan Indische sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) di Surabaya.
Sayangnya kelemahan dari ISDV yaitu anggota-anggota yang tergabung di dalamnya terdiri dari orang-orang Belanda. Untuk mengambil hati rakyat pribumi maka tahun 1915 menjalin kerjasama dengan Insulinde. Sayangnya kerjasama dengan Insulinde tidak berpengaruh besar, maka dari itu mulai dilirik Sarekat Islam. Ricklefs (2008: 370) mengemukakan, “Anggota Insulinde berjumlah 6000 orang, termasuk beberapa orang Jawa terkemuka, tetapi organisasi ini jelas bukanlah alat yang ideal untuk mendapatkan basis rakyat. Oleh karena itu, perhatian ISDV mulai beralih kepada Sarekat Islam, satu-satunya organisasi yang memiliki pengikut di kalangan rakyat Indonesia.
Tahun 1914 Semaun yang termasuk ke dalam anggota sarekat Islam di cabang Surabaya bergabung dengan ISDV. Semaun kemudian dipindahkan ke Semarang. Semaun membawa ideologi sosialis yang dibawanya dari ISDV ke Sarekat Islam cabang Semarang iniPada tahun 1914, seorang pemuda Jawa buruh kereta api yang bernama Semaun (1899-1971) menjadi anggota SI cabang Surabaya. Pada tahun 1915, dia pindah ke Semarang, di mana Sneevliet aktif dalam Serikat Buruh Kereta Api dan Trem (VSTP). Kini Semaun juga bergabung dalam ISDV. Jumlah anggota SI Semarang berkembang pesat mencapai 20.000 orang pada tahun 1917. Di bawah pengaruh Semaun, cabang ini mengambil garis antikapitalis yang kuat.”
Kongres Nasional SI ke II menuai konflik antara Semaun dengan Abdoel Moeis mengenai masalah Volksraad dan Indie Weerbaar. Giie (Muryanti, 2010: 30) mengemukakan, “Dalam kongres ini untuk pertama kali membahas masalah tanah partikelir, perkebunan tebu, Volksraad dan masalah nasib buruh. Namun dalam kongres tersebut terjadi pertentangan antara Abdoel Moeis dengan Semaun terutama mengenai masalah Indie Weerbaar dan Volksraad. Hasilnya golongan yang anti Indie Weerbaar dan memihak Sarekat Islam Semarang hampir separuh.”
Akibar konflik yang terjadi di dalam kubu Sarekat Islam sendiri berkaitan dengan perbedaan ideologi maka SI terpecah menjadi dua. Sarekat Islam yang tetap mempertahankan asas kebangsaan dan keagamaan (SI Putih) dan anggota yang berpindah haluan menjadi sosialis-komunis yang dipimpin oleh SI cabang semarang.
Faktor-faktor perpecahan yang terjadi di dalam tubuh Sarekat Islam sendiri bermula dari keinginan untuk bergabung dengan Volksraad dan Indie Weerbar. Keinginan ini membuat munculnya golongan yang tidak sependapat dan menentang keras. Masuknya pengaruh Sosialis-komunis yang dibawa oleh Sneeviet dan Semaun. Pengaruh ini mengakibatkan perbedaan ideologi yang sangat drastis di dalam kubu Sarekat Islam itu sendiri.
G.  Kemunduran Partai Serikat Islam
Kehancuran atau kemunduran Partai Serikat Islam ini dimulai pada saat struktur organisasi partai yang dianggap telah sempurna, lalu adanya pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang merupakan salah satu elit pengurus partai. Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya membentuk sebuah partai lagi yang diberi nama Partai Islam Indonesia (PII), kemudian adanya konflik di dalam partai juga membuat partai ini semakin melemah. Melemahnya partai juga terlihat pada saat “Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)” Kemudian, hal ini terlihat pada tahun 1938 ketika Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia memilih menggabungkan PSII ke dalam GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi Nasional. Kemudian juga kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939, ketika secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai, Kartosuwiryo pada saat itu jabatannya adalah sebagai sekjen yang merangkap sebagai wakil Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat Islam Indonesia, ia membentuk sebuah lembaga yang dinamakan lembaga Suffah (Pusat Pendidikan Kaderisasi Gerakan).

1 komentar:

  1. What is the best slot machine? | JRM
    The best casino slot machines in Vegas - Playtech - 군포 출장샵 to the slot machines 용인 출장마사지 at the best prices at 경산 출장샵 the best slot machines at the best price at 춘천 출장안마 the best 거제 출장샵 prices at the best

    BalasHapus