A. Latar Belakang Perubahan
Sarekat Dagang Islam Menjadi Sarekat Islam
Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun
1911 yang beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama
didirikannya Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam
menghadapi para pedagang Cina, dengan tujuan
awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik)
agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121 Organisasi
Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan
Berdirinya
Sarekat Dagang Islam disambut baik oleh para pengusaha batik yang mengharapkan
dapat membeli bahan batik lebih murah. Meskipun demikian, untuk bergerak secara
sah, Sarekat Dagang Islam harus menyusun anggaran dasarnya untuk disahkan oleh
pemerintah. Untuk menyusun anggaran dasar tersebut. Haji Samanhudi merasa
kurang mampu. Oleh karena itu, dia kemudian mencari bantuan kepada seorang
pelajar Indonesia yang berkerja pada perusahaan di Surabaya. Pelajar yang
dimaksu adalah Cokroaminoto. Kemudian, Haji Samanhudi menghubungi Umar Said
Cokroaminoto. Setelah bertukar pikiran, timbul gagasan dalam diri Umar Said
Cokroaminoto untuk mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam,
atas pertimbangan bahwa perkumpulan itu tidak terbatas sampai pada para
pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas sehingga orang Islam
yang di luar pedagang dapat menjadi anggota. Gagasan Cokroaminoto diterima baik
oleh Haji Samanhudi. Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Umar Said Cokroaminoto, nama
Serikat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar
organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain, seperti halnya politik.
Pada tahun 1914 telah berdiri 56
cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan hukum. Cabang-cabang
tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena badan pusat tidak
ada. demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan pengakuan
sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak mempunyai
anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal.
Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan
sebagai badan hukum Tujuan Serikat Islam adalah membangun persaudaraan,
persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan
perekonomian rakyat. Keanggotaan Serikat Islam terbuka untuk semua lapisan
masyarakat muslim. Pada waktu Serikat Islam mengajukan diri sebagai Badan
Hukum, pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikannya pada Serikat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran
dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh
perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya Serikat Islam
memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran
pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu,
akhirnya Serikat Islam pusat diberikan pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan
Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, Serikat Islam berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya
ke Volksraad tahun 1917.
Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :
a.
Haji Samanhudi (Ketua Kehormatan)
b. Umar Said Cokroaminoto
c.
Agus Salim
d. Abdul Muis
e.
Haji Gunawan
f.
Wondoamiseno
g. Sasrokardono
h. Soerjopranoto
i.
Alimin Prawirodirejo
j.
Semaun
B. Pengaruh Serikat Islam
dalam Pergerakan Nasional
Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan
perkumpulan ini diperluas ,antara lain:
a. Memajukan perdagangan;
b. Memberi pertolongan kepada anggota
yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);
c. Memajukan kecerdasan rakyat dan
hidup menurut perintah agama;
d. Memajukan agama Islam serta
menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama
yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang
tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua
masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang
adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu
relatif singkat keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi
terhadap rakyat pun bertambah luas, karena pada saat itu muncul Nasionalisme
dalam pengertian politik baru saat Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS
Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pelopor Nasionalisme, saat itu
Tjokroaminoto pun memberikan batasan :
“Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang
pada tingkat natie berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang
– kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam
masalah politik.” (Muhibin : 2009).
Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja,
program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam
menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad
dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang
sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja
paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam
menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di
sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya
segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam.
Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif
dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak
yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang
agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik
tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut
pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang
keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak
yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut
pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan
melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang
menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis
Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh
lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat
tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres
Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada periode awal perkembanganya,
Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti
pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah memiliki anggota sebanyak
360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir
dua setengah juta orang. Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya
ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang–orang Cina, tetapi
untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu
pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916,
kebijakan yang diambil pada saat itu adalah untuk membantu pemerintah.
Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres
mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam
(PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah,
pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah.
Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah,
dan partai menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut
juga sebagai sikap “Politik Hijrah.”
C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner
terhadap Serikat Islam
Kemenangam
Revolusi pada bulan Oktober di Rusia memberikan dorongan dan antusiasme yang
lebih hebat kepada ISDV untuk menyebarkan Marxisme dalam politik Indonesia dan
Sarekat Islam adalah sasaran utama, karena merupakan satu-satunya gerakan massa
terkuat pada saat itu. ISDV mengadakan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam
dengan tujuan dapat menguasai massa.
Pada tahun
1920, kelompok-kelompok kiri yang lebih ekstrim dalam ISDV telah berhasil
mengadakan kontak-kontak dekat dengan unsure-unsur kiri dalam Sarekat Islam,
seperti Semaoen dari cabang Semarang, Alimin Prawirodirdjo dan Darsono. Ketiga
tokoh Sarekat Islam ini telah berhasil dibina oleh Snevliet dengan ideologi
Marxisme dalam tempo yang relatif singkat.
Strategi
ini dikenal sebagai “blok di dalam” atau “block within” yang
dikembangkan sejak tahun 1916 oleh ISDV untuk meraih dukungan dari massa
Sarekat Islam. Maksud dari taktik ini adalah mengembangkan propaganda dan
koneksitas di antara massa dengan membangun semacam sel-sel di dalam tubuh partai
induk yaitu menjadikan anggota ISDV menjadi anggota Sarekat Islam dan
sebaliknya menjadikan anggota Sarekat Islam menjadi anggota ISDV (Priyono,
1990:2). Mereka memperkuat pengaruh dengan jalan memanfaatkan keadaan buruk
akibat Perang Dunia I dan panenan padi yang gagal serta ketidakpuasan buruh
perkebunan sebagab upah yang rendah dan membubungnya harga-harga. Ada beberapa
hal yang menyebabkan berhasilnya ISDV melakukan infiltrasi ke dalam tubuh
Sarekat Islam, yaitu:
a)
Central Sarekat Islam sebagai badan koordinasi
pusat masih sangat lemah kekuasaannya. Tiap-tiap cabang Sarekat Islam bertindak
sendiri-sendiri secara bebas. Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh
yang menentukan di dalam Sarekat Islam cabang;
b)
Kondisi kepartaian pada waktu itu
memungkinkan orang untuk menjadi anggota lebih dari satu partai, karena pada
mulanya organisasi-organisasi didirikan bukan sebagai partai politik melainkan
sebagai suatu organisasi guna mendukung berbagai kepentingan sosial budaya dan
ekonomi. Di kalangan kaum terpelajar menjadi kebiasaan bagi setiap orang untuk
memasuki berbagai macam organisasi yang dianggapnya dapat membantu
kepentingannya (Poesponegoro dan Notosusanto 1993: 199-200).
Pada
tanggal 6 Mei 1917, Semaoen diangkat menjadi Presiden Sarekat Islam cabang
Semarang menggantikan Raden Sodjono. Perlahan-lahan Semaoen mempengaruhi para
pemimipin Sarekat Islam Semarang dan berhasil membawa organisasi bergeser ke
arah sosialis-revolusioner. Sebagai puncak usahanya merevolusinerkan Sarekat
Islam Semarang pada tanggal 19 November 1917 melalui organ Sarekat Islam
Semarang yakni harian Sinar Hindia (dulu bernama Sinar Djawa) yang berhasil
dikuasainya (Gie, 2005: 23). Sarekat Islam Semarang menjadi kelompok yang sulit
diawasi oleh pimpinan pusat Sarekat Islam.
D.
Perpecahan dalam Serikat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam (SI) dilarang untuk menjalankan
organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan
perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan untuk menjalankan
aktivitasnya kembali. menerangkan bahwa, “...pada Juni 1913, pengaktifan
Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk sementara waktu, yang diizinkan
itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916 Pimpinan Pusat SI
diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat.”
Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam
pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto
mengutarakan intinya bahwa SI setia terhadap pemerintahan Belanda. Kongres Sarekat
Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai
organisasi daerah Surakarta melainkan organisasi terbuka yang cakupannya
meliputi Hindia Belanda. Oleh karena itu disahkan tiga kota sebagai sentral
dari Sarekat Islam meliputi Surabaya, Yogyakarta dan Bandung.
Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam menurut
Suryanegara yaitu
a.
Pertama, dari centraal Sjarikat
Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam
yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga seluruh wilayah
Indonesia Timur;
b.
Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam
(CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang
bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga seluruh wilayah Indonesia
Tengah;
c.
Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam
(CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang
bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia barat.
E.
Perpecahan Akibat Pendirian Volksraad & Indie Weebar
Pada tanggal 17-24 Juli 1916 dilaksanakan National
Congres Centraal Sjarikat Islam di Bandung
yang dihasilkan oleh Kongres Nasional Sarekat Islam di
Bandung yaitu, “Pertama, segenap undang-undang yang akan diberlakukan untuk
pribumi, harus dibuat bersama dengan pimpinan perwakilan dari rakyat Indonesia.
Berarti kongres menuntut adanya dewan perwakilan rakyat. Kedua, dengan
diberlakukannya sistem desentralisasi dari Pemerintah Hindia Belanda sejak 23
Juli 1903, maka kongres menuntut agar sistem desentralisasi diberlakukan lebih
luas untuk seluruh wilayah Nusantara Indonesia.
Selain dari dua hal tersebut kongres nasional Sarekat Islam
juga menuntut agar diizinkan ikut serta dalam Indie Weerbaar (Pertahanan
India atau pertahanan Indonesia). Cara yang dilakukan yaitu mengikutsertakan
pemuda Indonesia dalam pertahanan. Bousquet (Suryanegara, 2012: 395) mengatakan
bahwa :
Berkaitan dengan pandangan SI terhadap pembentukan Indie
Weerbaar sendiri, Di dalam kubu Sarekat Islam sendiri juga terdapat
perbedaan pendapat. Salah satu tokoh Sarekat Islam yaitu Samaun tidak
menghendaki jika SI masuk ke dalam Indie Weerbaar. Pringgodigdo “tetapi
pimpinan C.S.I. masih menyetujui aksi aksi parlementer-evolusioner. Juga
usulan Samaun untuk tidak ikut campur dalam gerakan Indie Weerbaar tidak
terima (pada waktu itu Abdul Muis sebagai anggota “utusan Indie Weerbaar”
memberikan laporan tentang pengalamannya di negeri Belanda.”
Volksraad berdiri atas keputusan dari pemerintah Belanda mengenai
Dewan Nasional. Seperti telah dipaparkan di atas bahwa kongres nasional SI di
Bandung menghendaki adanya Dewan Perwakilan Nasional. Sayangnya pendirian Volksraad
tidak sesuai dengan harapan. Kongres Nasional SI ke III di Surabaya
membicarakan kelanjutan dari kongres di Bandung mengenai Dewan Rakyat. Dengan
tanggapan dan pembicaraan dari pemerintah Belanda mengenai dewan rakyat yang
dibentuk sebagai Volksraad. Sayangnya anggota pribumi yang ikut serta
dalam Volksraad sedikit, lebih banyak diisi oleh orang-orang luar
pribumi.
F.
Pecah Menjadi SI Revolusioner dan SI Berlandaskan Asas Islam
Ketika pengaruh Rusia mulai menyebar ke penjuru dunia, tidak
luput pula pengaruhnya datang ke Indonesia. Pengaruh ini dimulai saat Sneevliet
mendirikan Indische sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) di
Surabaya.
Sayangnya kelemahan dari ISDV yaitu anggota-anggota yang
tergabung di dalamnya terdiri dari orang-orang Belanda. Untuk mengambil hati
rakyat pribumi maka tahun 1915 menjalin kerjasama dengan Insulinde. Sayangnya
kerjasama dengan Insulinde tidak berpengaruh besar, maka dari itu mulai
dilirik Sarekat Islam. Ricklefs (2008: 370) mengemukakan, “Anggota Insulinde
berjumlah 6000 orang, termasuk beberapa orang Jawa terkemuka, tetapi organisasi
ini jelas bukanlah alat yang ideal untuk mendapatkan basis rakyat. Oleh karena
itu, perhatian ISDV mulai beralih kepada Sarekat Islam, satu-satunya organisasi
yang memiliki pengikut di kalangan rakyat Indonesia.
Tahun 1914 Semaun yang termasuk ke dalam anggota sarekat
Islam di cabang Surabaya bergabung dengan ISDV. Semaun kemudian dipindahkan ke
Semarang. Semaun membawa ideologi sosialis yang dibawanya dari ISDV ke Sarekat
Islam cabang Semarang iniPada tahun 1914, seorang pemuda Jawa buruh kereta api
yang bernama Semaun (1899-1971) menjadi anggota SI cabang Surabaya. Pada tahun
1915, dia pindah ke Semarang, di mana Sneevliet aktif dalam Serikat Buruh
Kereta Api dan Trem (VSTP). Kini Semaun juga bergabung dalam ISDV. Jumlah
anggota SI Semarang berkembang pesat mencapai 20.000 orang pada tahun 1917. Di
bawah pengaruh Semaun, cabang ini mengambil garis antikapitalis yang kuat.”
Kongres Nasional SI ke II menuai konflik antara Semaun
dengan Abdoel Moeis mengenai masalah Volksraad dan Indie Weerbaar.
Giie (Muryanti, 2010: 30) mengemukakan, “Dalam kongres ini untuk pertama kali
membahas masalah tanah partikelir, perkebunan tebu, Volksraad dan
masalah nasib buruh. Namun dalam kongres tersebut terjadi pertentangan antara
Abdoel Moeis dengan Semaun terutama mengenai masalah Indie Weerbaar dan Volksraad.
Hasilnya golongan yang anti Indie Weerbaar dan memihak Sarekat Islam
Semarang hampir separuh.”
Akibar konflik yang terjadi di dalam kubu Sarekat Islam
sendiri berkaitan dengan perbedaan ideologi maka SI terpecah menjadi dua.
Sarekat Islam yang tetap mempertahankan asas kebangsaan dan keagamaan (SI
Putih) dan anggota yang berpindah haluan menjadi sosialis-komunis yang dipimpin
oleh SI cabang semarang.
Faktor-faktor perpecahan yang terjadi di dalam tubuh Sarekat
Islam sendiri bermula dari keinginan untuk bergabung dengan Volksraad dan
Indie Weerbar. Keinginan ini membuat munculnya golongan yang tidak
sependapat dan menentang keras. Masuknya pengaruh Sosialis-komunis yang dibawa
oleh Sneeviet dan Semaun. Pengaruh ini mengakibatkan perbedaan ideologi yang
sangat drastis di dalam kubu Sarekat Islam itu sendiri.
G.
Kemunduran Partai Serikat Islam
Kehancuran atau kemunduran Partai Serikat Islam ini dimulai
pada saat struktur organisasi partai yang dianggap telah sempurna, lalu adanya
pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang merupakan salah satu elit pengurus partai.
Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya membentuk sebuah partai lagi yang
diberi nama Partai Islam Indonesia (PII), kemudian adanya konflik di dalam
partai juga membuat partai ini semakin melemah. Melemahnya partai juga terlihat
pada saat “Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan
perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena
tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam
menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI)” Kemudian, hal ini terlihat pada tahun 1938 ketika
Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia memilih menggabungkan PSII ke
dalam GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi Nasional. Kemudian juga
kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939, ketika
secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai,
Kartosuwiryo pada saat itu jabatannya adalah sebagai sekjen yang merangkap
sebagai wakil Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat
Islam Indonesia, ia membentuk sebuah lembaga yang dinamakan lembaga Suffah
(Pusat Pendidikan Kaderisasi Gerakan).
What is the best slot machine? | JRM
BalasHapusThe best casino slot machines in Vegas - Playtech - 군포 출장샵 to the slot machines 용인 출장마사지 at the best prices at 경산 출장샵 the best slot machines at the best price at 춘천 출장안마 the best 거제 출장샵 prices at the best